Senin, 27 Oktober 2008

Gen Penyebab Autis Ditemukan




Setelah sekian lama dinanti akhirnya para ilmuwan berhasil menemukan gen penyebab autisme setelah melakukan pengamatan terhadap 1200 keluarga yang memiliki riwayat keturunan anak autis.

Sebelum ini banyak spekulasi yang beredar mengenai penyebab autis, baik karena faktor genetik, lingkungan, hingga imunisasi. Namun itu pun tidak bisa menjelaskan faktor spesifik penyebab gangguan autistik pada seorang anak.

Untuk menjawab misteri tersebut, para ilmuwan melakukan riset terhadap 1200 keluarga dengan melibatkan 120 ilmuwan dari 50 lembaga di lebih dari 19 negara. Bisa jadi ini merupakan penelitian terbesar yang pernah dilakukan di dunia.

Seperti dilaporkan dalam jurnal Nature Genetics, penelitian ini berhasil menemukan kromosom 11 dan gen khusus yang bernama neurexin 11 sebagai biang keladi penyebab autis. Sebelumnya para ahli menduga kesalahan dalam cetak biru genetis sebagai penyebab autis.

Di dalam sel manusia, DNA ada di dalam inti sel dan mitokondria. Di dalam inti sel, DNA membentuk untaian kromosom. Setiap sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom somatik dan sepasang kromosom seks.

Neurexin merupakan bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf. Nah, menurut para ilmuwan gen ini memainkan peran penting dalam terjadinya sindrom autis.

Penelitian yang cukup fenomenal ini dimulai sejak tahun 2002 ketika para ilmuwan dari seluruh dunia mengumpulkan hasil penelitian mereka. Penelitian ini kemudian diberi nama Autism Genome Project.

Dalam risetnya, tim peneliti menggunakan teknologi chip gen untuk melihat kesamaan genetik di antara orang-orang autis. Teknologi ini dikembangkan oleh organisasi nirlaba Autism Speak dan departemen kesehatan Amerika Serikat.

Meski menyambut gembira hasil penemuan ini, namun menurut Profesor John Burn dari Institute of Human Genetic di universitas Newcastle, AS, penyebab autis sangat rumit. "Penyebabnya karena interaksi antara beberapa gen, sehingga jika satu gen berhasil ditemukan belum cukup untuk menjawab teka-teka ini. Tapi hasil ini bisa menjadi langkah yang terang untuk pengembangan obat yang spesifik," katanya.

Biro sensus Amerika mendata di tahun 2004 ada 475.000 penyandang autis di Indonesia. Ditengarai, setiap hari, satu dari 150 anak yang lahir menderita autis. Padahal, pada tahun 1970-an anak penyandang autis satu dibanding 10.000 kelahiran.

(sumber: http://www2.kompas.com/ver1/Kesehatan/0702/19/145456.htm)

Rachel Maryam Melek Autis

a
Rachel Maryam
Kamis, 17 Januari 2008 | 14:09 WIB

JAKARTA, KAMIS-Setelah menerima tawaran main sebagai seorang pengidap autis dalam film Perempuan Punya Cerita, aktris Rachel Maryam mengaku jadi melek mengenai seluk-beluk penyakit tersebut.

"Dulu tidak tahu-menahu. Tapi setelah aku banyak observasi dan banyak tanya dengan ahli teraphis dan psikiater, mendatangi sekolah autis ketemu sama anak autis, dan orang tua autis, akhirnya jadi tahu mengenai autis," kata Rachel di Jakarta, Rabu (16/1).

Menurut Rachel, anak penderita autis, tak bisa hidup sendiri. "Ia membutuhkan orang lain menjalani hidupnya. Saya juga jadi tahu ternyata banyak juga di Indonesia, yang hidup dengan autis" ujarnya.

Di film Perempuan Punya Cerita, perempuan beranak satu ini, kedapatan peran sebagai penderita autis. Nasibnya kian tragis, setelah ia diperkosa hingga berbadan dua.

"Aku mainin anak yang mengalami autis non verbal. Dia enggak bisu. Karakternya seru dan belum pernah aku coba. Di sini aku mainin perempuan yang umurnya 5 tahun lebih muda dari umur aku sebenarya," ujar bintang film Eliana Eliana itu.

Meski lumayan sulit memainkan karakter tersebut, toh Rachel mengaku senang ketika tawaran itu datang kepadanya. "Aku termasuk orang yang gampang bosan. Kalau meranin karakter yang sama, rasanya kurang bergairah," katanya.

"Tahun depan ada satu peran lagi yang akan saya mainkan. Karakternya beda banget. Makanya aku sangat bergairah sekali," ujar Rachel. Maksudnya, jadi orag gila? "Pokoknya lihat saja nanti," jawab Rachel.(EH)

Eko Hendrawan Sofyan

(sumber: http://kompas.com/read/xml/2008/01/17/14092847/rachel.maryam.melek.autis)



Tempat Terapi di Jakarta Selatan

Kitty Centre

Pertokoan Bona Indah A2/A10 Jl. Karang Tengah Raya, Jaksel

Ph. 7655129


KYRIAKON

Jl. Kampung Baru VI No. 8 Ulujami, Jaksel

Ph. 9209066


Dwi Gantari Indonesia (Bpk. Marjuki – Ibu Evie Sabir)

Jl. Benda III No. 27-27A Kebayoran, Jaksel

Ph. 7247211


Klinik Sasana Husada

Jl. Kyai Maja 19 (depan RS Pertamina), Jaksel

Ph. 7222410


Yayasan Balita Mandiri

Jl. T.B. Simatupang Raya Plaza III Pondok Indah Blok. E2, Jaksel 12310

Ph. 75900181


Yayasan Pelita Hatiku (Ibu Rumondang)

Jl. Mandar XX Blok. DD 13 No. 37 Sektor 3 Bintaro Jaya, Jaksel

Ph./Fax. 021 – 7357646


Klub Terapi Autirsma (Bpk. Tamtam S.)

Pamulang Permai II Jl. Benda Barat 8A Blok D15 No. 8 Pamulang

Ph. 7405462


Yayasan Permata Hati Ibu

Jl. Gatot Subroto Komplek MBAU Pancoran Jaksel

Ph. 7995121



Pendidikan Dini An-Nur (Ibu Lilis Alis)

Jl. Ibnu Khaldun II No 21 Komplek IAIN Ciputat

Ph. 7418659


Klinik Tumbuh Kembang Anak YAMET

Jl. H. Ismail No. 15B Kompl. Taman Cilandak Jaksel

Ph. 7659839


Yayasan Lazuardi Hayati

Jl. Garuda Ujung No. 35 Griya Cinere

Ph. 7534841-43 Fax. 7534519


WILA KERTIA (Ibu Dewi Semarabhawa)

Jl. Maleo I Blok JA No. 20 Sektor IX Bintaro Jaya , Jaksel

Ph. 7450426


Avanti Treatment Centre

Wisma Bayu Aji, Jl. Gandaria III/44 Jaksel

Ph. 7397616, Ph/Fax. 7397637


Klinik Tumbuh Kmbang Anak “Permata Hati”

Jl. Strada No. 29 (TK & SD Indriyasana) Menteng Dalam Jaksel

Ph. 8354862 Hp. 0817-119725 (Ibu Hana)


Hikmah Autisme Centre (Ibu Kun Ganesti E.)

Jl. Maleo XIII Blok. JC VI No. 5 Sektor 9 Bintaro Jaya

Ph. 7451508 Fax. 7450559


Child Growth & Development Center (Ibu Endang)

Medika Plaza, International Clinic, Kartika Chandra Hotel Lt. 3. Jl. Gatot Subroto Kav. 18-20 Jaksel

Ph. 5251207 Fax. 5210815


Nirmala Nugraha (Bpk. Saragih)

Jl. Bintaro Permai No. I Bintaro Jakarta Selatan

Ph. 73882443, 73690027


Mandiga – Mandiri & Bahagia (Drs. Adriana S. Ginanjar & Dra. Dyah Puspita)

Jl. Erlangga II No. 12 Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Ph. 7220178 Fax. 72791364


TLPA “ Pelita Hati” (Ibu Utami Djamaluddin)

Jl. Brawijaya No. 15 Kebayoran Baru Jaksel

Ph/Fax. 72798747

Menkes Janjikan Therapy Center Autis

Sabtu, 26 April 2008 | 13:20 WIB

JAKARTA,SABTU - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menjanjikan Therapy Center khusus autis di rumah sakit-rumah sakit pemerintah untuk memfasilitasi terapi gratis bagi para penderita autis yang keluarganya tidak mampu. Hal ini disampaikan Menkes dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 di Graha Sucofindo, Jakarta, Sabtu (26/4).

Menkes mengatakan, menurut data yang diperolehnya jumlah penderita autis di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2004 tercatat 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir, menderita autisme "Ini adalah hasil yang mengkhawatirkan. Pemerintah akan menyediakan pelayanan kesehatan bagi autisme yang kurang mampu, mudah-mudahan tahun ini bisa merealisasikan hal tersebut dan dapat membantu keluarga penderita yang tidak mampu," ujar Menkes.

Dalam kesempatan ini, Menkes juga berusaha membesarkan hati para orang tua penderita autis untuk terus bersemangat merawat anak-anaknya yang tergolong berkebutuhan khusus. "Jangan putus asa, jangan kecil hati, saya yakin mereka akan mampu maju dan berkembang, ini akan terjadi kalau bapak atau ibu telaten dan jangan merasa capek, saya yakin mereka akan terus maju," tambah Menkes.

Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI) Melly Budiman menyesalkan belum adanya survei dan riset untuk penanganan kasus autis di Indonesia. Melly mengaku kesulitan untuk memaparkan data-data yang berkaitan dengan autisme di Indonesia selama mengikuti konferensi internasional.

"Sebenarnya kami sudah merencanakannya sekitar 1-2 tahun lalu namun terkendala masalah dana ketika sampai ke dikti, waktu itu aja budgetnya sampai 1 miliar, jadi sulit," ujar Melly. Oleh karena itu, Melly mengharapkan Menkes mau serius merealisaikan therapy center sebagai solusi dari kebutuhan mendesak akan penanganan anak autis di Indonesia yang mahal dan jumlah penderitanya sendiri yang semakin banyak.


(sumber:

Menkes Buka Expo Peduli Autisme 2008



Sabtu, 26 April 2008 | 12:32 WIB

JAKARTA,SABTU - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari hari ini, Sabtu (26/4) membuka Expo Peduli Autisme 2008 di Gedung Sucofindo, Jakarta. Rangkaian acara yang akan berlangsung hingga esok hari ini akan berisikan seminar dan pameran barang-barang kebutuhan penyandang autisme.

Ketua Yayasan Autisme Indonesia (YAI) Melly Budiman mengatakan upaya peduli autisme sudah dimulai sejak tahun 1997 dimana dirinya beserta beberapa orang dokter menyadari jumlah anak penderita autis semakin banyak. "Kita juga nggak tahu ya, penderita autisme itu kok semakin banyak, jadi saya yang kebetulan dulu sering ke Amerika karena anak saya sekolah di sana, mencari tahu. Akhirnya diusulkan oleh teman-teman dokter di sana, kenapa nggak bikin yayasan saja," ujar Melly di Jakarta, Sabtu (26/4).

Menurut Melly, berkembangnya upaya ini juga disebabkan adanya persepsi yang buruk dari masyarakat Indonesia terhadap penderita dan keluarga penderita autisme. Ketua Panitia, Stanley Barata mengharapkan upaya peduli autisme ini dapat menggugah kepedulian dan perhatian kepada penyandang autisme, juga memperlengkapi para orang tua dan praktisi dalam menangani anak penderita autis.

"Dengan adanya pemahaman yang baik dalam masyarakat, penyandang autisme dapat diterima dengan baik dan wajar, tidak lagi diolok-olok dan diejek," ujar Stanley. Menkes Siti Fadilah sempat menitikkan air mata ketika salah satu anak perempuan penderita autis bernama Tiara membacakan sebuah puisi yang berceritakan tentang terima kasih seorang anak autis terhadap ayah dan ibunya.

Dalam kesempatan ini Menkes juga menjanjikan therapy center di beberapa rumah sakit untuk keluarga-keluarga penderita autis yang kurang mampu. "Pemerintah akan menyediakan pelayanan kesehatan bagi autisme yang kurang mampu, mudah-mudahan tahun ini bisa merealisasikan hal tersebut dan dapat membantu keluarga penderita yang tidak mampu," tukas Menkes.

Selain pembacaan puisi, dalam pembukaan, Menkes dan para peserta dihibur oleh Osha, salah satu anak autis yang pintar memainkan biola beserta teman-teman band-nya dari SMU Al Azhar Kemang Pratama Bekasi.

sumber:http://kompas.com/read/xml/2008/04/26/12325956/menkes.buka.expo.peduli.autisme.2008.

Peluang Sembuh Penderita Autisme Sudah Terbuka


Jumat, 16 Jul 2004 13:49:57

Pdpersi, Jakarta - Jangan mematok gejala autisme hanya pada kontak mata. banyak orangtua terkecoh dan akhirnya menyesal karena mengabaikan gejala-gejala lain. Kini autisme menyeruak satu di setiap 150 batita.

Istilah autisme berasal dari kata "auto" yang berarti berdiri sendiri. Istilah ini diperkenalkan oleh Leo Kramer pada tahun 1943 karena melihat anak autisme memiliki prilaku aneh, terlihat acuh dengan lingkungan dan cenderung menyendiri seakan-akan hidup dalam dunia yang berbeda. Perilaku aneh yang tergolong gangguan perkembangan berat ini terjadi karena adanya kerusakan saraf dibeberapa bagian otak.

Menurut Dr. Rudy sutadi, SpA, spesialis anak dari Pusat Terapi Kid Autis, kerusakan saraf otak ini muncul karena banyak faktor, termasuk masalah genetik dan faktor lingkungan. Autisme terbagi dua. Disebut autisme klasik manakala kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena sewaktu mengandung, ibu terinfeksi virus, seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal yang berdampak menagacaukan proses pembentukan sel-sel saraf di otak janin.

Jenis kedua disebut autisme regresif. Muncul saat anak berusia antara 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, namun tiba-tiba saat usia anak meninjak 2 tahun kemampuan anak merosot. Yang tadinya sudah bisa membuat kalimat 2 sampai 3 kata berubah diam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau melakukan kontak mata. Kesimpulan yang beredar di klangan ahli menyebutkan autisme regresif muncul karena anak terkontaminasi langsung oleh faktir pemicu. Yang paling disorot adalah paparan logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan.

Sebuah harapan
Dulu penyandang autisme dianggap tidak punya masa depan, sekarang peluang sembuh terbuka lebar. Anak autisme dikatakan sembuh bila mampu mengikuti sekolah reguler, berkembang dan hidup mandiri di tengah masyarakat dengan tidak menunjukkan gejala sisa. kini di luar negeri sudah ada anak autisme yang bersekolah samapi S3, menikah, dan memiliki anak bahkan menjadi pejabat. Kunci kesembuhan anak autisme ada dua, yaitu intervensi terapi perilaku dengan metode ABA dan intervensi biomedis. ABA merupakan singkatan dari Applied Behaviour analysis(ABA). Dipergunakan pertama kali dalam penanganan autisme oleh Lovaas, sehingga disebut dengan metode Lovaas. Metode ini melatih anak berkemampuan bahasa, sosial, akademis, dan kemampuan membantu diri sendiri. Pada tahun 1967, Lovaas sudah membuktikan ABA bisa memperbaiki ketidaknormalan anak autisme dnan tingkat keberhasilan sampai 89 persen. Sedangkan Intervensi biomedis diperlukan untuk membenahi kerusakan sel-sel tubuh akibat keracunan logam berat dan mengusir kendala-kendala yang menghalangi masuknya nutrisi ke otak. Intervensi biomedis menuntut anak untuk menjalani diet tertentu. Jenis makanan yang dipantang bergantung kondisi seberapa parah keracunan yang terjadi. Umumnya anak autisme dilarang mengkonsumsi susu sapi dan makanan mengandung tepung terigu.

Diet Susu Sapi dan Terigu
Susu sapi mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Menurut Rudy, tubuh anak-anak autis tidak bisa mencerna kasein dan gluten secara sempurna. Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai morfin. Ini terbukti dengan ditemukannya kandungan morfin yang bercirikan kasein dan gluten pada tes urine anak-anak autisme. Keberadaan morfin jelas mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf sehingga anak berprilaku aneh dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. "Makanya anak autisme berprilaku seperti anak morfinis. kadang-kadang saja bisa berinteraksi dengan lingkungannya tapi hanya sementara kemudian ngawur lagi" kata Rudy. Dengan diet kasein dan gluten dapat meminimalkan gangguan morfin dan merangsang kemampuan anak menerima terapi ABA.

Deteksi autisme
Amati gerak balita Anda, sebab gejala autisme muncul pada fase usia 0-3 tahun ada banyak gejala autisme. sekalipun ada kontak mata, jika anak menunjukkan gejala autisme lain, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter saraf anak atau ahli kejiwaan anak untuk memastikan diagnosa autisme. Diagnosa bisa dipercaya bila dokter melakukan test dengan kriteria DSM IV atau ICD-10.

Indikator perilaku autistik pada anak-anak
Bahasa dan Komunikasi
  • Ekspresi wajah datar
  • Tidak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh
  • Jarang memulai komunikasi
  • Tidak meniru aksi dan suara
  • Bicara sedikit atau tidak ada
  • Mengulangi atau membeo kata-kata, kalimat-kalimat, atau nyanyian
  • Mengucapkan intonasi atau ritme vokal yang aneh
  • Tampak tidak mengerti arti kata. Kalau mengerti dan menggunakan kata secara terbatas
Hubungan dengan orang
  • Tidak responsif
  • Tidak ada senyum sosial
  • Tidak berkomunikasi dengan mata
  • Kontak mata terbatas
  • Tampak asyik bila dibiarkan sendirian
  • Tidak melakukan permainan giliran
  • Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat untuk melakukan sesuatu Hubungan dengan lingkungan
  • Bermain repetitif atau diulang-ulang
  • Marah dan tidak menghendaki perubahan
  • Berkembangnya rutinitas yang kaku
  • Memperlihatkan ketertarikan yang sangat pada sesuatu dan tidak fleksibel Respon terhadap rangsangan
  • Panik terhadap suara-suara tertentu
  • Sangat sensitif terhadap suara
  • Bermain dengan cahaya dan pantulan
  • Memainkan jari-jari di depan mata
  • Menarik diri ketika disentuh
  • Sangat tidak suka dengan pakaian, makanan, atau hal-hal tertentu
  • Tertarik pada pola, tekstur, atau bau tertentu
  • Sangat inaktif atau hiperaktif
  • Mungkin suka memutar-mutar sesuatu, bermain berputar-putar, membentur-benturkan kepala, atau menggigit pergelangan
  • Melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan
  • Tahan atau berespon aneh terhadap nyeri Kesenjangan perkembangan perilaku
  • Kemampuan akan sesuatu mungkin sangat baik atau sangat terlambat
  • Mempelajari keterampilan di luar urutan normal.Misal : membaca tapi tidak mengerti arti
  • Menggambar secara rinci tapi tidak bisa mengancingkan baju
  • Pintar memainkan puzzle tapi amat sukar mengikuti perintah
  • Berjalan pada usia normal, tapi tidak bisa berkomunikasi
  • Lancar membeo bicara, tapi sulit memulai bicara dari diri sendiri (inisiatif komunikasi)
  • Suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tapi di lain waktu tidak Vaksinasi: Manfaat dan Bahaya
    Dalam tubuh sekelompok anak autisme di AS yang sebelumnya berkali-kali menjalani imunisasi ditentukan kandungan merkuri di atas kadar normal. Bagaimana merkuri bisamasuk ke dalam tubuh anak? ternyat, beberapa jenis vaksin mengandung pengawet thimerosal. Hampir 50 persen senyawa ini terdiri dari etilmerkuri.

    Fakta lain tentang kaitan vaksin dan autismen diungkapkan Andrew Wakefield sekitar tahun 1998. Dokter asal Inggris ini memaparkan pemberian vaksin kombinasi MMR (Measles,Mumps,dan Rubella) untuk mencegah penyakit campak, gondong dan rubella (campak jerman) sekalipun vaksin tersebut tidak mengandung merkuri.

    Rudy menjelaskan MMR berisikan tiga viurs, diberikan pada anak dengan harapan anak dapat langsung memiliki tiga natibodi. Pada anak-anak tertentu, kedatangan tiga virus sekaligus menimbulkan reaksi autoimun dimana zat yang seharusnya melindungi malah menyerang tubuh, tepatnya yang serang bagian selubung serabut saraf otak.

    Saat ini belum satu pun negara melarang penggunaan vaksin-vaksin tersebut, mengingat keberadaannya diperlukan untuk mencegah wabah penyakit berbahaya di masyarakat luas. Negara maju seperti AS pun baru tahap memerintahkan produsen untuk emnghentikan pembuatan vaksin ber-thoimerosal dan segera memproduksi vaksin bebas merkuri. Stok vaksin bermerkuri masih digunakan. Bila produksi vaksin baru telah mencukupi kebutuhan negaranya, barulah vaksin "bermasalah" ditarik dari peredaran.

  • karenanya Rudy menyarankan dalam melakukan vaksinasi sebaiknya para orangtua lebih mengutamakan kondisi individu anak. Bila di lingkungan keluarga besar ada yang mengidap autisme, kelainan genetik seperti down syndrown, atau penyakit autoimun seperti lupus dan jantung rematik, anak beresiko mengidap autisme. Tetap berikan imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit menular, tetapi lakukan dengan yang cara lebih teliti. Mintalah dokter memberikan vaksinasi measles,mumps,dan rubella dengan jadwal terpisah berjarak sekitar 3 bulan antara satu dengan yang lainnya.

    (sumber: http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=930&tbl=artikel)

    Anak Autis Butuh Guru Pendamping

    Kesadaran orangtua untuk menyembuhkan anaknya yang menderita autis kian meningkat. Mereka berharap anaknya dapat hidup normal. Kegiatan terapi di Kiddy Autism Centre, Sungai Kambang, Jambi, pada hari Kamis (8/5).

    Minggu, 21 September 2008 | 16:13 WIB

    MEDAN, MINGGU - Anak autis yang baru belajar di sekolah umum memerlukan guru pendamping (shadow teacher) selain guru yang ada di depan kelas dan sifatnya hanya sementara sampai anak bisa mandiri di dalam kelas.

    Koordinator Yayasan ISSADD Indonesia Medan, E. Pratiwi, di Medan, Minggu (21/9), mengatakan, hampir semua sekolah di Indonesia lebih memprioritaskan muatan akademik yang bersifat teori dan menghafal pada siswanya.

    Muatan akademik yang lebih banyak menuntut siswa untuk paham secara teori itu akan sulit diikuti oleh anak autis karena anak autis adalah visual learner, yakni butuh materi yang dipresentasikan dalam bentuk visual agar konsepnya bisa dipahami.

    "Di sinilah dibutuhkan peran guru pendamping untuk menjelaskan kepada anak autis apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan intruksi dari guru di depan kelas," katanya.

    Ia mengatakan, sebagian orangtua yang memiliki anak autis menyadari beratnya tuntutan akademik sekolah di Indonesia, sehingga mencoba mencari sekolah yang tidak terlalu banyak muatan akademik dengan metode belajar-mengajar yang juga disajikan dengan lebih menyenangkan dan penuh bantuan visual.

    Namun sayangnya, biasanya kegiatan belajar dan mengajar di sekolah tersebut lebih banyak dilakukan dengan bilingual (bahasa Inggris), padahal hampir sebagian besar anak autis bermasalah dengan bahasa.

    Untuk itu dibutuhkan koordinasi antara pihak sekolah, orangtua, dan terapis dalam menentukan bagaimana menangani anak dengan kebutuhan khusus (autis) di sekolah.

    "Selama ini penanganan satu kasus anak autistic dengan yang lain selalu disamakan, pihak sekolah juga melarang pendamping untuk ikut serta dalam kegiatan belajar dan mengajar walau pendamping sifatnya hanya sementara," ungkapnya.

    Di negara maju seperti Australia dan Singapura, telah dikembangkan metode IEP (individual education program) untuk anak yang berkebutuhan khusus.

    Program ini dibuat atas kerjasama pihak sekolah, orangtua dan terapis yang didasari potensi dan kemampuan anak, dimana ada beberapa muatan akademik yang disesuaikan dengan kemampuan anak autis tersebut.

    Dalam hal ini harus ada kerjasama antara pihak sekolah, orangtua dan terapis. Praktiknya, anak autistik tetap disatukan dengan anak normal lainnya tapi pola belajarnya berbeda, misalnya memberikan instruksi tidak hanya dengan mengatakan instruksi tersebut tapi juga dibantu dengan bantuan visual, ujarnya.

    Sumber: http://kompas.com/read/xml/2008/09/21/16132933/anak.autis.butuh.guru.pendamping

    Anak autis juga bisa belajar



    Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget tak dapat dipungkiri pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.


    1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?
    Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain.
    Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.

    2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?
    Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

    3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?
    Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

    4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?
    Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
    sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
    serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

    5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?
    Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

    6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?
    Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

    7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?
    Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus

    8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?
    Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

    9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?
    Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak ’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

    10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?
    Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.

    11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?
    Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

    12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?
    Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

    13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?
    Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.

    14. Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?
    Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.

    (sumber: http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=12)


    kebutuhan nutrisi

    Nutrient yang diperlukan untuk anak autis (sumber nutritional healing, 2006)

    YANG PALING UTAMA
    1. Calcium 1.500 mg perhari dan Magnesium 1.000mg perhari
    this is essential for normal brain and nervous system function. seingat saya saya pernah menulis “miracle of magnesium” boleh dibaca lagi.

    2. Choline 500-2.000mg perhari.
    this improved brain function and circulation to the brain. use under professional supervision.

    3. Co enzyme Q-10 and Dimethylglycine 100mg perhari
    improved brain function. an oxgygen carrier to the brain. imprtant for normal brain and nervous system function.

    4. Vitamin B Kompleks
    contain Vitamin B3 (50mg 3kali sehari), B 5 (500mg perhari), B6 (50 mg 3 kali sehari). this is essential for normal brain and nervous system function.

    5. vitamin C 5-20 grams perhari yang sanagt ampuh untuk melawan radikal bebas.

    Sumber: http://tukangobatbersahaja.wordpress.com

    Kontributor: Nuruls Sofa

    Makanan yang Dihindari

    "Menurut Prof. Hembing Wijayakusuma, ada beberapa mkakanan yang harus
    dihindari anak-anak autism, yaitu:
    - Makanan yang mengandung gluten seperti gandum dan produk olahannya;
    - Makanan yang mengandung casein seperti susu sapi dan produk olahannya;
    - MSG, zat warna (terutama zat pewarna merah), borax, pemanis buatan,
    pengawet atau formalin (seperti tahu yang mengandung formalin), dan zat-zat
    tambahan lainnya;
    - Buah jeruk, pisang, apel, anggur
    - Makanan kalengan, minuman bersoda, fastfood
    - Saus tomat
    - Kafein dan lain-lain

    BAHAN MAKANAN YANG DISARANKAN BAGI ANAK AUTISM:
    - Lobak, wortel, kiwi, angco
    - Biji-bijian seperti jali
    - Biji teratai
    - Akar alang-alang, direbus dengan air lalu diminum;
    - Ayam kampung
    - Ikan yang hidup di air yang tidak tercemar, juga makanan seafood lain
    termasuk kerang dan lain-lain.

    CATATAN:
    - Sayur, buah-buahan dan biji-bijian bisa dihaluskan terlebih dahulu;
    - Bagi anak autism dapat menggunakan gula untuk anak autis;
    - Bagi anak autism yang tidak peka terhadap gula, dapat menggunakan gula
    sedikit saja;
    - Minyak sayur/mentega yang digunakan disarankan yang berasal dari
    sayur-sayuran."

    Sumber: www.mail-archive.com

    Kontributor: Nuruls Sofa

    Artikel autisme pada anak

    nawangsari
    Sun, 11 Feb 2001 16:36:28 -0800
    Guru Harus Memahami Autisme pada Anak
    Media Indonesia - Kesra (12/02/2001 01:33 WIB)

    JAKARTA (Media): Pengetahuan guru terhadap autisme sangat berperan untuk
    meminimalisasi gejala gangguan perkembangan tersebut jika autisme ada pada
    anak didiknya. Paling tidak guru sebaiknya sadar bahwa autisme merupakan
    kelainan yang membuat seorang anak sulit merespons komunikasi yang dilakukan
    guru.
    Hal ini penting karena sikap yang diperlihatkan oleh seorang anak penderita
    autisme sering menunjukkan ketidakpatuhan yang menyebabkan guru
    menganggapnya sebagai pembangkangan. Padahal sikap tersebut disebabkan suatu
    gangguan interaksi sosial yang dimiliki sang anak.

    Menurut Ketua Jurusan Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unika Atma Jaya
    Gerda Wanai, banyaknya guru yang tidak memahami gejala autisme membuat
    anak-anak penderita gangguan perkembangan tersebut menjadi lebih terisolasi.

    "Padahal intervensi dini pada anak-anak autisme dapat mengurangi perbedaan
    yang diderita jauh lebih besar. Sementara jika tidak dilakukan justru akan
    membuat gangguan tersebut semakin dalam," kata Gerda di sela-sela workshop
    Pelatihan Mengatasi Autisme pada Anak yang diselenggarakan FKIP Unika Atma
    Jaya bekerja sama dengan Yayasan Penanganan Autisme (YPA) dan Intervention
    Services for Autism and Development Delay (ISADD), Sabtu (10/2).

    Untuk menangani masalah autisme ini, menurut Gerda, diperlukan suatu
    pendidikan terpadu khusus bagi anak-anak autisme. Dalam arti penderita
    autisme tetap berada di sekolah umum, namun mendapatkan perhatian lebih
    dengan ditempatkan pada kelas yang jumlah muridnya lebih sedikit.

    Selama ini, lanjut Gerda, ada semacam kontradiksi bagi anak autisme. Di satu
    sisi orang tua penderita merasa anaknya normal karena tidak ada kecacatan
    fisik, sehingga mereka memasukkan anaknya di sekolah umum. Di sisi lain di
    sekolah umum anak-anak autisme tidak dapat berinteraksi sehingga sulit
    menerima pelajaran.

    Yang terjadi selanjutnya, kata Gerda, penderita autisme dimasukkan ke
    Sekolah Luar Biasa C (SLB yang ditujukan bagi penderita keterbelakangan
    mental). "Padahal dengan dimasukkan ke SLB C, perkembangan anak autisme
    justru menurun. Karena secara mental mereka sebenarnya tidak apa-apa. Brain
    mereka ada, namun mereka egois, sibuk sendiri dengan sesuatu, dan tidak
    dapat berinteraksi. Kalau digabung dengan anak-anak yang terbelakang mental,
    ya malah mundur."

    (sumber:http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com/msg21152.html)

    Diet Anak Autis

    Makanan yang boleh dimakan pada diet CFGF untuk anak autisme


    buah-buahan segar

    -sayuran segar

    -buah kering (tanpa sulfat)

    -kelapa (tanpa sulfit)

    -keripik kentang (tanpa zat aditif)

    -French fries (tanpa zat aditif)

    -popcorn (tanpa mentega)

    -daging segar,unggas,ikan dan kerang

    -jagung

    -padi-padian

    -beras dan produknya (mi,roti,susu,dan kripik)

    -Quinoa (bentuk tepung maupun mi)

    -kentang (kentang segar,tepung, dan sagu kentang)

    -soba

    -ubi rambat

    -kedelai

    -tepung sorgum/gandum

    -kacang-kacangan (jika tidak alergi)

    -telur (jik tidak alergi atau PST)

    -kacang buncis

    -miju-miju (lentils)

    -tapioka

    -teff

    -amaranth

    -groats

    Sumber: www.drrizkyp.wordpress.com

    Kontributor: Nuruls Sofa

    makanan

    Susu Sapi dan Gandum Bersifat Morfin bagi Penyandang Autis

    Susu sapi dan gandum bagi penyandang autis (autism spectrum disorders/ASD) tertentu bersifat morfin. Pasalnya, protein susu sapi (kasein) dan protein gandum (gluten) membentuk kaseomorfin dan gluteomorfin, sehingga terjadi gangguan perilaku seperti hiperaktif.

    Hal itu diutarakan dr Sjawitri P Siregar SpA(K) dalam Konferensi Nasional Autisme-1 pada hari ketiga, Jumat (4/7) di Jakarta. Hal itu terjadi karena kebocoran saluran cerna (leaky gut syndrome) sebagai akibat tidak seimbangnya bakteri dan jamur. Ketidakseimbangan itu muncul akibat pemakaian antibiotika yang berlebihan sehingga meningkatkan permeabilitas usus. Antibiotika akan membunuh bakteri flora usus seperti laktobasilus. Sementara, jamur terutama candida akan tumbuh berlebihan sehingga selaput dinding usus terganggu.

    Keadaan itu menyebabkan berbagai makromolekul protein susu sapi atau zat toksik melewati dinding saluran cerna ke darah. Akibatnya bisa terjadi gangguan susunan dan fungsi otak yang mengakibatkan gangguan tingkah laku, gangguan perkembangan dan gangguan proses belajar. Selain itu, kata Sjawitri, pada anak-anak ASD terjadi gangguan enzim pencernaan, seperti enzim Dipeptidylpeptidase IV (DPP IV) yang berfungsi menguraikan ikatan peptide, sehingga pencernaan protein terganggu.

    "Protein susu sapi dan protein gandum tidak akan tercerna sempurna. Kedua peptide itu akan diserap saluran cerna anak autis yang mempunyai kerusakan barier selaput lendir usus, dan di dalam otak bertindak sebagai neurotransmiter palsu dan berikatan dengan reseptor morfin sehingga terjadi gangguan perilaku," katanya.

    Ia menjelaskan, susu sapi adalah antigen pertama yang dikenal bayi. Protein susu sapi terdiri atas 25 macam fraksi, yang masing-masing dapat menyebabkan reaksi simpang setelah minum susu sapi atau alergi.

    Alergi susu sapi lebih sering terjadi pada usia tahun pertama dari kehidupan karena selain faktor genetik, faktor barier selaput lendir usus (mukosa) masih imatur, serta faktor lingkungan turut berperan. Angka kejadian alergi susu sapi meningkat di berbagai negara dengan meningkatnya penyakit alergi seperti asma, rinitis, dan dermatitis atopik. Di Poliklinik Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSCM sekitar 2,4 persen anak alergi susu sapi.


    Diet Kasein
    Sjawitri menyebutkan, alergi susu sapi muncul karena kelainan imunologi (kekebalan tubuh) yang disebut juga hipersensitivitas. Kelainan imunologi itu terdiri atas empat. Tipe I (IgE mediated), muncul segera dalam beberapa menit sampai dua jam setelah minum susu sapi. Tipe II, disebut antigen antibodi dependent cytotoxic yang menimbulkan gejala trombositopeni setelah beberapa jam. Tipe III, merupakan reaksi kompleks antigen antibodi, gejalanya muncul setelah 1-24 jam minum susu sapi. Tipe IV, onset, yang gejalanya muncul setelah beberapa jam sampai beberapa hari minum susu sapi.

    Ia menambahkan, pencegahan alergi bisa dilakukan sejak usia bayi masih dalam kandungan. Ia menganjurkan ibu hamil yang alergi untuk menghindari susu sapi. Juga tidak merokok.

    Bila air susu ibu (ASI) tidak bisa diberikan, dianjurkan bayi minum susu sapi hipoalergenik atau susu sapi hidrolisat sampai umur enam bulan. Si ibu juga minum susu sapi yang sama. Karena, susu sapi hidrolisat mempunyai ukuran molekul yang lebih kecil.

    Pada kesempatan itu, dr Rini P Parmadji SpJP yang mempunyai seorang anak penyandang autis, mengaku menerapkan diet pada anaknya sejak berusia 17 bulan. Diet yang dilakukan meliputi, diet bebas kasein dan gluten, diet bebas gula, diet bebas jamur, diet bebas zat aditif, diet bebas fenol dan salisilat, diet rotasi, pemberian suplemen makanan. Di samping itu, cara memasak dan penyediaan makanan pun diatur. Seperti, makanan tidak dimasak pada wadah terbuat dari aluminium.

    Setelah tiga bulan anaknya diet gluten dan kasein (menghindarkan semua produk makanan seperti biskuit, roti, makanan kemasan, susu sapi, keju, permen susu) terjadi perubahan. Anaknya lebih tenang, mampu berbicara, dan cara berlarinya lebih mantap.

    Sumber: www.gizi.net
    www.suarapembaruan.com

    Kontributor: Nuruls Sofa

    Minggu, 26 Oktober 2008

    Vaksin MMR Bukan Penyebab Autisme

    Jumat, 5 September 2008 | 11:00 WIB

    KEKHAWATIRAN para orangtua akan isu vaksin yang dapat menyebabkan austisme tampaknya akan semakin pudar. Sebuah riset di Amerika Serikat (AS) membuktikan, tidak hubungan sama sekali antara autisme dengan pemberian vaksin MMR (measles, mumps, rubella).

    Riset yang telah dipubliskasi Rabu kemarin dalam jurnal Public Library of Science edisi online ini adalah penelitian yang mematahkan riset sebelumnya oleh Dr Andrew Wakefield dari Royal Free Hospital, Inggris. Dalam risetnya yang kemudian ditarik dari jurnal Lancet, Wakefield mengindikasikan adanya kaitan antara vaksin MMR dan autisme.

    Para ahli dari Columbia University New York dan Centers for Disease Control (CDC) membantah indikasi riset Wakefield setelah meneliti sinyal-sinyal penanda genetika dari virus measles (campak) pada sampel jaringan usus 25 anak pengidap autisme yang juga menderita gangguan pencernaan.

    Mereka membandingkan sampel tersebut dengan 13 anak lainnya yang bukan autis, tapi mengidap gangguan pencernaan. Jaringan ini lalu dianalisa di tiga laboratorium berbeda dengan sistem pemeriksaan acak.

    Menurut peneliti, hasil riset ini telah menyediakan bukti kuat yang mematahkan dugaan adanya hubungan autisme dengan virus campak pada saluran pencernaan ataupun paparan MMR. “Kami tak menemukan hubungan antara masa pemberian vaksin MMR dan kejadian penyakit gastrointestinal ataupun autisme,” ungkap pimpinan riset, Dr Mady Hornig.

    Di AS sendiri, klaim pengadilan federal telah mempertimbang komplain para orangtua dalam setahun terakhir. CDC mengatakan, kekhawatiran orangtua akan risiko vaksin membuat mereka enggan memberikan vaksin MMR kepada anak sehingga memicu peningkatan kasus campak di AS dan Eropa.

    Penyakit campak menyebabkan kematian pada sekurangnya 250.000 orang per tahun, dan korban sebagian besar adalah anak-anak di negara berkembang. Berdasarkan data CDC, satu dari 150 anak di Amerika mengidap autisme.(sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/05/11005080/vaksin.mmr.bukan.penyebab.autisme)



    Autisme
    Kromosom Abnormal Penyebab Autisme

    Seorang Bocah Penderita Autisme di Tempat Terapi (Yahoo! News/AFP/File/Liu Jin)Si kecil Ludin suka bermain sendirian sejak berumur dua tahun. Ia sering marah dan gusar bila ditemani bermain. Awalnya, ibunda Ludin, Nyonya Imroatus, menganggap putranya tak punya kelainan. Ia menyangka, putranya cuma ogah ditemani.

    Tetapi, setelah Ludin berumur tiga tahun, kebiasaan itu tak kunjung berubah. Bocah ini malah cenderung cuek terhadap lingkungannya. Ludin tak mau menyahut bila dipanggil. Ia ogah berkomunikasi dengan siapa pun. Bocah ini cenderung asyik dengan dirinya sendiri.

    Nyonya Imroatus mengkhawatirkan perkembangan putra semata wayangnya. Ia lantas membawa si kecil ke ahli psikiatri. Hasil analisis psikiater, Ludin mengalami autisme. Nyonya Imroatus kaget bukan kepalang setelah mengetahui kondisi putranya, mengingat selama ini anak autisme tergolong sulit ditangani.

    Nyonya Imroatus tak patah arang. Demi masa depan putranya, apa pun dia lakukan. Kini Nyonya Imroatus rajin membawa si buah hati berobat dan berkonsultasi dengan dokter ahli di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya.

    Selama tiga bulan terakhir ini, Ludin menjalani terapi di rumah sakit itu. Perkembangannya lumayan pesat. Ludin mulai mau mengucapkan sejumlah kosakata sederhana: "bapak", "ibu", dan "makan". Nyonya Imroatus tak habis pikir, mengapa anaknya menderita autisme.

    Padahal, di lingkungan keluarganya tak satu pun yang menderita autisme. Baik keluarga dari pihak ayah atau ibu Nyonya Imroatus maupun keluarga suaminya. Karena itulah, ia kaget setelah membaca berita bahwa autisme bersifat genetik. "Yang dialami anak saya itu yang pertama di keluarga kami," kata Nyonya Imroatus.

    Kaitan genetik dengan autisme muncul dari pernyataan Steven Scherer, peneliti di Universitas Toronto, Kanada. Ia bersama para ilmuwan dari sejumlah negara melakukan penelitian tentang autisme yang didanai Autism Genome Project Cabang Kanada. Scherer bersama para ilmuwan dari sembilan negara mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga.

    Tiap-tiap keluarga itu memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal. Dari situlah ia berkesimpulan bahwa autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang paling menonjol kelainannya.

    "Fakta ini menunjukkan bahwa 90% penyebab autisme adalah gen," kata Scherer, seperti dikutip ABCnews.com, Senin pekan silam. Ia menyatakan bahwa studi itu belum kelar. Kemungkinan Scherer bisa merampungkan penelitiannya ini paling singkat tiga tahun lagi.

    Lewat penelitian itu, Scherer berharap, nanti bisa diketahui berapa banyak gen abnormal yang terlibat dan punya keterkaitan di antara gen-gen. "Jika hal itu sudah diketahui, kemungkinan akan dapat dibuat obatnya," kata Scherer.

    Dokter Bridget Fernandez, selaku Ketua Autism Genome Project, memperkuat temuan Scherer. Menurut dia, autisme --seperti juga asma-- berkaitan dengan faktor keturunan. Ia yakin, faktor gen berperan, meski autisme tidak akan muncul dalam satu jenjang keturunan. Artinya, autisme bisa tak diturunkan dari orangtua, melainkan bisa juga melalui garis dari buyut.

    Temuan Scherer tentu saja membuka harapan penyembuhan autisme. Sebab jumlah penyandang autisme kian hari kian bertambah. Dokter Nining Febriana, psikiater anak yang bekerja di Rumah Sakit Dokter Soetomo, mengungkapkan bahwa jumlah anak autis cenderung bertambah, Dalam sebulan, ia rata-rata menerima lima pasien baru yang menderita autisme.

    Anak autis yang ditangani Dokter Nining dalam sepekan mencapai 40 anak. "Makin hari makin banyak. Mungkin para orangtua mulai sadar," kata Nining. Makin bertambahnya kasus anak autis juga terlihat dari bermunculannya sekolah-sekolah khusus penyandang autisme.

    Di Jakarta Selatan ada sekolah Mandiga. Lalu di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, telah berdiri Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise (Indocare). Indocare akan menjadi pusat percontohan bagi pengembangan sumber daya dan pelatihan khusus untuk anak yang mengalami gangguan spektrum autisme.

    Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak menyandang autisme. Sedangkan di dunia, pada 1987, prevalensi penyandang autisme diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian, angka itu berubah menjadi 1 anak penyandang autisme per 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik jadi 1:250.

    Tahun lalu, jumlah anak autis bertambah banyak. Diperkirakan 1:100 kelahiran. Prevalensi penderita autisme kini lebih banyak ketimbang anak-anak penyandang sindroma down, yang ditandai dengan muka Mongoloid.

    Temuan Scherer menyingkirkan dugaan-dugaan penyebab autisme yang selama ini mendominasi. Ada yang bilang, autisme merupakan dampak buruk merkuri. Bahkan sejumlah vaksin dan obat-obatan pernah disebut-sebut sebagai penyebab autisme.

    Teori itu tidak mengada-ada, karena kadar merkuri dalam darah penyandang autisme cukup tinggi. Bahkan sebuah penelitian menemukan, kadar merkuri pada rambut anak autis cukup tinggi. Ada peneliti yang mementahkan teori itu, tapi banyak yang mengiyakan.

    Dugaan lain, autisme disebabkan oleh faktor pemberian nutrisi sewaktu bayi masih di dalam kandungan. Makanan yang mengandung bahan pengawet yang dikonsumsi ibu hamil berpengaruh terhadap pertumbuhan janin.

    "Makanan yang mengandung bahan pengawet, seperti makanan cepat saji, sangat buruk bagi pertumbuhan janin. Makanan laut yang tercemar merkuri juga berbahaya bagi janin," kata Dokter Nining Febriana kepada Ari Sulistyo dari Gatra.

    Selain makanan instan, ditemukan banyak unsur kasein dan gluterin pada tubuh pasien autisme. Kasein banyak terdapat pada susu sapi, sedangkan gluterin pada terigu. Maka, penyandang autisme dilarang mengonsumsi susu sapi dan makanan yang terbuat dari tepung terigu.

    "Jika itu dipatuhi, jumlah anak autis berangsur-angsur bisa berkurang," ujar Nining. Menanggapi temuan Scherer, Nining mengatakan bahwa faktor genetik dulu memang menjadi dugaan. Segala kemungkinan faktor penyebab autisme masih bisa muncul, termasuk faktor genetik.

    Dokter Tjin Wiguna, psikiater anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga mengamini soal peran kelainan genetik. Ada kemungkinan, keluarga yang punya anak autis akan memiliki anak lagi yang kena penyakit yang sama. "Risikonya 3% lebih tinggi ketimbang dari keluarga normal," katanya. Namun belum dapat digeneralisasi bahwa semua kasus anak autis terjadi karena kelainan gen.
    Aries Kelana dan Elmy Diah Larasati
    [Kesehatan, Gatra edisi 16 Beredar Kamis, 1 Maret 2007]

    (sumber: http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873)

    Gejala Autisme

    Gejala – gejala pada autisme mencakup ganggguan pada :
    1. Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
    • Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
    • Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet
    • Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
    • Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
    • Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya
    • Kadang bicara monoton seperti robot
    • Mimik muka datar
    • Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
    2. Gangguan pada bidang interaksi sosial
    • Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
    • Anak mengalami ketulian
    • Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
    • Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
    • Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
    • Bila didekati untuk bermain justru menjauh
    • Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
    • Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
    • Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya
    3. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
    • Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
    • Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
    • Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
    • Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
    • Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak perilaku ritualistik sering terjadi
    • Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat – lompat, berputar – putar, memukul benda berulang – ulang
    Dapat juga anak terlalu diam
    4. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
    • Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
    • Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
    • Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif
    5. Gangguan dalam persepsi sensoris
    • Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
    • Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
    • Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan
    • Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu

    Gejala autisme berbeda – beda dalam kuantitas dan kualitas ,penyandang autisme infantil klasik mungkin memperlihatkan gejala dalam derajat yang berat , tetapi kelainan ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala saja. Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya dengan intensitas dan kualitas yang berbeda.
    Menurut profesor psikiatri anak dan ahli autis kaliber dunia dari Universitas Nijmegen Negeri Belanda, JK Buitelaar, mendiagnosa autisme tidak mudah dan perlu kehati-hatian tinggi. Alat deteksi autisme yang kini populer, yaitu CHAT untuk anak di bawah 18 bulan dan DSM IV yang digunakan untuk anak di bawah tiga tahun, masih dapat menunjukkan kesalahan yang sangat tinggi. Kesalahan akan terjadi terutama pada anak-anak yang mengalami gangguan lain, selain autisme, yaitu anak yang mengalami cacat intelegensia (mental retarded) dan keterlambatan bicara.

    Sumber: www.infoibu.com
    www.halohalo.co.id
    Kontributor: Nuruls Sofa